Nagari Pandai Sikek

Sunday, July 30, 2006

Nagari Pandai Sikek



Bila kita menyebut Pandai Sikek, di Kecamatan X Koto Tanah Datar, biasanya yang teringat adalah songket. Betul, tempat ini memang sudah identik dengan songket. Padahal, orang Pandai Sikek sendiri tak menyebutnya songket tetapi tenun. Pasalnya, yang dimaksud adalah benang katun dan benang emas yang ditenun dengan tangan, di atas alat yang bernama panta sehingga menjadi kain, kain balapak atau kain bacatua yang dipakai pai baralek, yaitu pada pesta perkawinan.
Bila mengamati sejarah, tak ada waktu yang pasti kapan tenun songket mulai dikembangkan di Minangkabau atau di Pandai Sikek. Namun kepandaian menenun sudah dibawa nenek moyang kita bangsa Austronesia atau yang disebut juga Malayo-Polynesia. Pada 1347 Adityawarman memindahkan pusat kerajaan dan kebudayaan Melayu dari Darmasyraya ke Pagaruyung, dan kawasan di sekitar gunung Merapi dan Gunung Singgalang yang pada waktu itu terdiri: Luhak nan Tigo dan Rantaunya yang Tujuh Jurai, menjadi terkenal sebagai Alam Minangkabau. Beberapa pusat pemerintahan yang tersebar di Pariangan, Sungai Tarok, Limo Kaum, Pagaruyung, Batipuh, Sumanik, Saruaso, Buo, Biaro, Payakumbuh, dan lain-lain.Daerah Batipuh, sebagai salah satu pusat pemerintahan, kedudukan Tuan Gadang Batipuh sebagai Harimau Campo Koto Piliang, diduga menjadi salah satu daerah yang amat penting pada masa kejayaan Minangkabau dahulu.
Bersamaan itu, masyarakatnya mandapat kesempatan yang lebih banyak pula untuk melakukan kegiatan ekonomi dan budaya termasuk keterampilan tenun. Gadis-gadis menenun kain sarung dan tingkuluk dengan benang emas untuk dipakai ketika mereka menikah, dan perempuan lainnya menenun kain untuk dijual.Menurut pengamatan Adyan Anwar dari Rumah Tenun Pusako, Pandai Sikek, adat istiadat di Minangkabau mendorong kegiatan bertenun ini lebih jauh lagi karena pada setiap kesempatan upacara adat, kain tenun selalu wajib dipakai dan dihadirkan. Kata-kata adat dinukilkan di dalam nama-nama motif hingga menjadi buah bibir dan diucapkan setiap saat. Kain tenun menjadi pakaian raja-raja, datuk-datuk dan puti-puti.
Di masa inilah, Turki Usmani dan Asia Tengah mencapai kejayaan. Pada puncak kebesaran Dinasti Mongol di India, Sultan Akbar (1556-1605) sangat memajukan seni dan ilmu pengetahuan, Dinasti Ming dan Manchu berkuasa mantap di Cina. Saat itulah, pertukaran perdagangan dan budaya sangat pesat dan melibatkan Minangkabau sebagai kawasan yang menjadi lintasan perdagangan dan juga negeri yang mempunyai komoditi dagang dan penting, yaitu rempah-rempah dan emas. Seni menenun kain dengan sutra dan benang emas di Sumatera—bersamaan dengan suji dan sulaman—pun mencapai puncak kemajuan dan menemukan ciri khasnya tersendiri.
Hampir semua pelosok Minangkabau, dari Luhak sampai ke rantau, mempunyai pusat-pusat kerajinan tenun, suji dan sulaman. Masing-masih mengembangkan corak dan ciri-cirinya sendiri, hal yang sangat dikuasai oleh para pedagang barang antik dan kolektor. Beberapa nagari yang terkenal sekali dengan kain tenunnya dan sangat produktif pada masa itu adalah Koto Gadang, Sungayang, dan Pitalah di Batipuh, dan nagari yang melanjutkan tradisi warisan menenun hari ini adalah nagari yang termasuk Batipuh Sapuluh Koto juga yaitu Pandai Sikek.
Motif-motif kain tenun Pandai Sikek selalu diambil dari contoh kain-kain tua yang masih tersimpan dengan baik dan sering dipakai sebagai pakaian pada upacara-upacara adat dan untuk fungsi lain dalam lingkup upacara adat, misalnya sebagai ”tando” dan dipajang juga pada waktu batagak rumah.Motif-motif tenun Pandai Sikek diyakini sebagai motif asli pada kain-kain tenunan perempuan-perempuan Pandai Sikek pada zaman lampau, yang namanya sebagian masih diingat oleh beberapa orang tua yang hidup sekarang.
Diantara mereka adalah:
- Sari Bentan, Namun, Salamah di Baruah
- Nuriah, Ipah, Pasah, Nyiah dan Jalisah di Tanjung.
Ada kira-kira sepuluh orang master tenun di Pandai Sikek pada zaman atau generasi nama-nama diatas, kira-kira seratus tahun yang lalu. Ada juga beberapa wanita Pandai Sikek zaman dahulu yang dikenal dengan nama julukan yang berhubungan dengan peralatan tenun. Misalnya, dikenal :
-Inyiak Makau di Tanjuang,
-Inyiak Suri di Koto Tinggi,
-Inyiak Banang, dan Inyiak Karok.
Selain itu, Pandai Sikek - sebagai ”center of excellence” di bidang tenun songket waktu itu - tentu wanita-wanitanya ada mengerjakan tenun pesanan dari daerah-daerah lain. Sebut saja dari Pitalah di Batipuah, Koto Gadang di Agam dan dari Sungayang. Mereka membuat dengan corak benang dan motif yang spesifik dengan daerah tersebut. Ini dikenal sampai sekarang sebagai motif-motif Sungayang, motif Koto Gadang dan lain-lain. (Tulisan Diah Rahayuningsih. S-Sinar Harapan 2003 & Adyan Anwar-www.angelfire.com/id/pusako/songket.htm 2003)
Nagari-Nagari di Kecamatan X Koto
- Tambangan
- Jaho
- Singgalang
- Paninjauan
- Panyalaian
- Koto Laweh
- Aie Angek
- Pandai Sikek
- Koto Baru